Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyakit Jantung Bawaan (PJB)


MAKALAH
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

unp-veteran-jakarta.jpg








SILVA A'SYIFA (1510711035)

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"
JAKARTA







KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.










Depok, Mei 2017

Penulis




BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

Congenital heart diseases (CHD) atau penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan CHD yang kritis. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin. Di bidang pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada masa janin sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan (Ide Bagus : 2008)


2.      Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit jantung bawaan?

3.      Tujuan Masalah
·         Mahasiswa mampu mengetahui apa itu PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan faktor resiko PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan medis dan non medis PJB
·         Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi PJB








BAB II
TINJAUAN MASALAH

1.      Definisi
      Congenital heart diseases (CHD) atau penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan CHD yang kritis. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin. Di bidang pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada masa janin sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan (Ide Bagus : 2008)

PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan .(USU, Institutional Repository, Dhania, 2009 ).

2.      Etiologi dan Faktor Resiko
a.       Faktor Prenatal
·   Ibu menderita penyakit infeksi: rubela
·   Ibu alkoholisme
·   Umur ibu lebih dari 40 tahun
·   Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
·   Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b.      Faktor Genetik
·   Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
·   Ayah atau Ibu menderita PJB
·   Kelainan kromosom (mis; Sindrom Down)
·   Lahir dengan kelainan bawaan yang lain (Arif Muttaqin, 2009)

3.      Manifestasi Klinis
·         Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
·         Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujungujung jari.
·         Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan
·         Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
·         Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.



4. Klasifikasi


·   CHD/PJB Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah. Terdapat defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan.

o Defek Septum Ventrikel (DSV)
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat sistole.


o Defek Septum Atrium(ASD)
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium,tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.


o Duktus Arteriosus Persisten (PDA)
DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.

·         CHD/ PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal

o Stenosis Aorta
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta. Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah.

o Stenosis Pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktur padakatup, normal tetapi puncaknya menyatu

o Koartasio Aorta
Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara. Kontriksimungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus. Kelaianan ini biasanyatidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat.

·         CHD/PJB dengan vaskularisasi paru berkurang

o Tetralogi fallotTetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari 4kelainan yaitu: 1) stenosis pulmonal, 2) hipertropi ventrikel kanan, 3) kelainanseptum ventrikuler, 4) kelainan aorta yang menerima darah dari ventrikel danaliran darah kanan ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.

·     CHD/ PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah

o Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA)



5. Pemeriksaan Penunjang
  • Foto Thorak: Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler
  • Ekhokardiografi: Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
  • Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
  • Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar
  • Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya (PPNI Komisariat RSUD Salatiga, 2011).

6. Penatalaksanaan
  • Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau pengikatan duktus. Dianjurkan saat berusia 5-10 tahun.
  • Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
  • Pemotongan atau pengikatan duktus.
  • Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung. 

7. Komplikasi

  • Sindrom Eisenmenger.
    Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi ini.
  • Serangan sianotik.
    Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
  • Abses otak.Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.



BAB III
CONTOH KASUS


Seorang anak masuk RS dengan keluhan Ibu klien mengatakan klien mudah lelah, dan terlihat biru jika melakukan aktivitas berlebihan. Ibu klien mengatakan saat hamil klien, beliau sering mengkonsumsi jamu. Klien tampak sianosis pada ujung jari dan mukosa bibir. Klien tampak bernafas menggunakan cuping hidung. Klien tampak sesak. Klien tampak lemas. Hasil pemeriksaan TTV: TD: 130/100mmHg, HR:130x/menit, RR: 65x/menit, BB:17kg. EKG:RVH(Right Ventricula Hypertrophy).


Data Subjektif
Data Objektif
           Ibu klien mengatakan klien mudah lelah
     Ibu klien mengatakan klien terlihat biru jika melakukan aktivitas berlebihan
        Ibu klien mengatakan saat hamil, beliau sering mengkonsumsi jamu

·         Klien tampak sianosis pada ujung jari dan mukosa bibir
·         Klien tampak bernafas dengan cuping hidung
·         Klien tampak sesak
·         Klien tampak lemas
·         TTV: TD: 130/100mmHg, HR:130x/menit, RR: 65x/menit, BB:17kg
·         EKG : RVH(Right Ventricula Hypertrophy).



Analisa Data

Data Fokus
Masalah Keperawatan
Etiologi
DS :
·         Ibu klien mengatakan klien mudah lelah
·         Ibu klien mengatakan klien terlihat biru jika melakukan aktivitas berlebihan
DO :
·         Klien tampak sianosis pada ujung jari dan mukosa bibir
·         Klien tampak bernafas dengan cuping hidung
·         Klien tampak sesak
·         Klien tampak lemas
·         TTV: TD: 130/100mmHg, HR:130x/menit, RR: 65x/menit, BB:17kg
·         EKG : RVH(Right Ventricula Hypertrophy).

Penurunan Curah Jantung

Sirkulasi yang tidak efektif dengan adanya Malformasi Jantung

DS :
·         Ibu klien mengatakan klien terlihat biru jika melakukan aktivitas berlebihan
DO :
·         Klien tampak sianosis pada ujung jari dan mukosa bibir
·         Klien tampak bernafas dengan cuping hidung
·         Klien tampak sesak
·         Klien tampak lemas
·         TTV: TD: 130/100mmHg, HR:130x/menit, RR: 65x/menit, BB:17kg

Gangguan Pertukaran Gas

Ketidakseimbangan Perfusi Ventrikel



Diagnosa
Penurunan Curah Jantung b.d Sirkulasi yang tidak efektif dengan adanya Malformasi Jantung
Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Perfusi Ventrikel

Intervensi

Diagnosa
Tujuan dan KH
Intervensi
Penurunan Curah Jantung b.d Sirkulasi yang tidak efektif dengan adanya Malformasi Jantung
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan penurunan cardiac output pada klien dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
  • Denyut nadi klien kembali normal, yaitu 60 – 100 x/mnt
  • Klien tidak terlihat pucat.
  • Klien tidak terlihat lemah
  • warna kebiruan yang timbul pada tubuh dapat berkurang
  1. Observasi terhadap tanda – tanda vital klien.
  2.  Observasi adanya serangan sianosis yang di alami klien.
  3. Berikan posisi knee – chest pada klien.
  4. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial EKG dan foto thorax serta kolaborasi dalam tindakan pembedahan, serta kolaborasi dalam pemberian terapi digoxin.

Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Perfusi Ventrikel
Setelah diberi asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas dalam tubuh klien, dapat diatasi dengan kriteria hasil :
  • bernafas dengan normal yaitu  18 – 30 x/menit
  • saturasi O2 kembali normal.
  • warna kebiruan yang timbul pada tubuh dapat berkurang

  1. Melakukan observasi terhadap tanda – tanda vital klien
  2. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
  3. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis periferatau sianosis sentral.
  4. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar.





BAB IV
PENUTUP


1. Kesimpulan

PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan .(USU, Institutional Repository, Dhania, 2009 ).

Etiologi dan Faktor Resiko PJB adalah
  • Faktor Prenatal
    • Ibu menderita penyakit infeksi: rubela
    • Ibu alkoholisme
    • Umur ibu lebih dari 40 tahun
    • Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
    • Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
  • Faktor Genetik
    • Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
    • Ayah atau Ibu menderita PJB
    • Kelainan kromosom (mis; Sindrom Down)
    • Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Komplikasi dari PJB adalah:
  • Sindrom Eisenmenger. 
  • Serangan sianotik..
  • Abses otak. 


DAFTAR PUSTAKA


Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

PPNI Komisariat RSUD Salatiga. 2011. “Asuhan Keperawatan Jantung Bawaan”, (Online), (http://ppnikomisariatrsudsalatiga.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-jantung-bawaan.html, diakses pada 7 Januari 2013).

Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.




Komentar

  1. The Best Slots | Casino Roll
    The best slots 바카라 사이트 at Casino Roll. If you love table games, to play blackjack, you have 1xbet korean to 룰렛 사이트 bet twice for the dealer 바카라 to win. The dealer must

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asuhan Keperawatan pada Pasien Karsinoma Nasofaring

Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus